Kamis, 30 Januari 2014

MAKALAH MILIARIASIS


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Asuhan Kebidanan adalah perawatan yang diberikan oleh bidan. Jadi, asuhan kebidanan pada neonatus, bayi, dan balita adalah perawatan yang diberikan oleh bidan pada bayi baru lahir, bayi, dan balita. Neonatus, bayi, dan balita dengan masalah adalah suatu penyimpangan yang dapat menyebabkan gangguan pada neonatus, bayi dan balita. Apabila tidak diberikan asuhan kebidanan pada neonatus, bayi, dan balita pada masa perkkuliahan, sehingga pada saat calon bidan diterjunkan di lahan praktek  sudah mampu untuk memberikan asuhan kebidanan pada neonatus, bayi, dan balita dengan benar.
Ada beberapa masalah yang lazim terjadi diantaranya adalah adanya bercak mongol, hemangioma, ikhterus, muntah dan gumoh, oral trush, diaper rash, dan seborrhea, furunkel, milliariasis, diare, obstipasi, infeksi, dan sindrom bayi meninggal mendadak.
Atas dasar pemikiran di atas, maka kami menyusun makalah ini dengan harapan mahasiswa kebidanan dapat dengan mudah memahami masalah yang lazim terjadi pada neonatus, bayi, dan balita terutama masalah milliriasis.

B.     Rumusan Masalah
1.            Apa pengertian Milliariasis ?
2.            Apa penyebab dari milliriasis ?
3.            Bagaimana patofisiologi milliariasis ?
4.            Apa saja pembagian dan tanda gejala milliariasis ?
5.            Bagaimana penatalaksanaan milliariasis ?

C.     Tujuan
1.            Untuk mengetahui pengertian milliariasis
2.            Untuk mengetahui penyebab dari milliariasis
3.            Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari milliariasis
4.            Untuk mengetahui apa saja pembagian dan tanda gejala dari milliariasis
5.            Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan milliariasis

BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian
Lima definisi dari miliariasis yang berbeda, yaitu:Miliariasis merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh tertutupnya saluran kelenjar keringat. (Hassan, 1984). Miliariasis adalah kelainan kulit akibat retensi keringat, ditandai dengan adanya vesikel milier. (Adhi Djuanda, 1987). Milliariasis adalah dermatosis yang disebabkan oleh retens keringat akibat tersumbatnya pori kelenjar keringat. (Vivian, 2010)
Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa miliariasis adalah dermatosis yang timbul akibat penyumbatan kelenjar keringat dan porinya, yang lazim timbul dalam udara panas lembab seperti daerah tropis atau selama awal musim panas atau akhir musim hujan yang suhunya panas dan lembab. Karena sekresinya terhambat maka menimbulkan tekanan yang menyebabkan pecahnya kelenjar atau duktus kelenjar keringat. Keringat yang masuk ke jaringan sekelilingnya menimbulkan perubahan anatomi. Sumbatan disebabkan oleh bakteri yang menimbulkan peradangan dan oleh edema akibat keringat yang tak keluar (E.Sukardi dan Petrus Andrianto, 1988)
Yang kelima yaitu Miliariasis atau biang keringat adalah kelainan kulit yang timbul akibat keringat berlebihan disertai sumbatan saluran kelenjar keringat, yaitu di dahi, leher, bagian-bagian badan yang tertutup pakaian (dada dan punggung), serta tempat yang mengalami tekanan atau gesekan pakaian dan dapat juga dikepala. Keadaan ini biasanya di dahului oleh produksi keringat yang berlebihan, dapat diikuti rasa gatal seperti ditusuk, kulit menjadi kemerahan dan disertai banyak gelembung kecil berair. (Arjatmo Tjoktronegoro dan Hendra Utama, 2000)
Milliariasis disebut juga sudamina, biang keringat, keringat buntet, liken tropikus, ataupickle heat. Milliariasis adalah dermatosis yang disebabkan oleh retensi keringat akibat tersumbatnya pori kelenjar keringat.(Vivian Nani,2010)






B.      Etiologi
Penyebab terjadinya milliariasis ini adalah udara yang panas dan lembab serta adanya infeksi bakteri.
1.            Udara panas dan lembab dengan ventilasi udara yang kurang
2.            Pakaian yang terlalu ketat, bahan tidak menyerap keringat
3.            Aktivitas yang berlebihan
4.            Setelah menderita demam atau panas
5.            Penyumbatan dapat ditimbulkan oleh bakteri yang menimbulkan radang dan edema akibat perspirasi yang tidak dapat keluar dan di absorbsi oleh stratum korneum

C.     Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya milliariasis di awali dengan tersumbatnya pori-pori kelenjar keringat sehingga pengeluaran keringat tertahan. Tertahannya pengeluaran keringat ini ditandai dengan adanya vesikel miliar dimuara kelenjar keringat lalu disusul dengan tingginya radang dan oedema akibat perspirasi yang tidak dapat keluar yang kemudian diabsorbsi oleh stratum korneum.
Milliariasis sering terjadi pada bayi prematur karena proses diferensiasi sel epidermal dan apendik yang belum sempurna. Kasus milliariasis terjadi pada 40-50% bayi baru lahir. Muncul pada usia 2-3 bulan pertama dan akan menghilang dengan sendirinya pada 3-4 minggu kemudian. Terkadang kasus ini menetap untuk beberapa lama dan dapat menyebar ke daerah sekitarnya.

D.     Pembagian dan Tanda Gejala
1.            Milliria kristalina
Milliaria kristalina ini timbul pada pasien yang mengalami peningkatan jumlah keringat, seperti pasien demam yang terbaring ditempat tidur. Lesinya berupa vesikel yang sangat superfisial, bentuknya kecil, dan menyerupai titik embun berukuran 1-2 mm. Umumnya lesi ini timbul setelah keringat, vesikel mudah pecah karena trauma yang paling ringan, misalnya akibat gesekan dengan pakaian. Vesikel yang pecah berwarna jernih dan tanpa reaksi peradangan, asimptomatik, dan berlangsung singkat. Biasanya tidak ada keluhan dan dapat sembuh dengan sendirinya.

2.            Milliaria rubra
Millia ruba memiliki gambaran berupa papula vesikel dan eritema di sekitarnya. Keringat menembus kedalam epidermis, biasanya disertai rasa gatal dan pedih pada daerah ruam dan daerah disekitarnya, sering juga diikuti dengan infeksi sekunder lainnya dan dapat juga menyebabkan timbulnya impetigo dan furunkel.
3.            Miliaria profunda
Bentuk ini agak jarang terjadi kecuali didaerah tropis. Kelainan ini biasanya timbul setelah miliaria rubra.ditandai dengan papula putih, kecil, keras, berukuran 1-3 mm. Terutama terdapat di badan ataupun ekstremitas. Karena letak retensi keringat lebih dalam maka secara klinik lebih banyak berupa papula daripada vesikel. Tidak gatal, dan tidak terdapat eritema. (Adhi Djuanda, 1987)
Pada gambaran histopatologik tampak saluran kelenjar keringat yang pecah pada dermis bagian atas atau tanpa infiltrasi sel radang. Pengobatan dengan cara menghindari panas dan kelembaban yang berlebihan, mengusahakan regulasi suhu yang baik, menggunakan pakaian yang tipis, pemberian losio calamin dengan atau tanpa menthol 0,25% dapat pula resorshin 3% dalam alkohol. (Adhi Djuanda, 1987)
Daerah predileksi dapat dimana saja, kecuali muka, ketiak, tangan, dan kaki. Lesi berupa vesikel yang berwarna merah daging, disertai gejala inflamasi maupun keluhan rasa gatal, disebabkan penyumbatan di bagian atas kutis. Kelenjar-kelenjar keringat tersebut sama sekali tidak berfungsi. Biasanya timbul setelah menderita milliaria rubra yang hebat. (Hassan, 1984)
4.            Milliaria fustulosa
Pada umumnya didahului oleh dermatosis yang menyebabkan gangguan saluran kelenjar ekrin dan terjadi pustel superfisial. (Hassan, 1984). Lesinya berupa pustula steril yang gatal, tegas, superfisial dan tak berhubungan dengan folikel rambut. (E.Sukardi dan Petrus Andrianto, 1988)
E.     Gejala dan Tanda Milliariasis
Milliariasis pada bayi baru lahir memiliki gejala atau tanda sebagai berikut :
a.      Bintik kemerahan yang terjadi pada kulit bayi
b.      Bayi rewel

F.      Penatalaksanaan Milliariasis
Asuhan yang diberikan pada neonatus,bayi dan balita dengan milliariasis trgantung pada beratnya penyakit dan keluhan yang dialami. Asuhan yang diberikan yaitu
1.            Mengurangi penyumbatan keringat dan menghilangkan sumbatan yang sudah timbul
2.            Menjaga kebersihan tubuh bayi
3.            Mengupayakan menciptakan lingkungan dengan kelembapan yang cukup serta suhu yang sejuk dan kering, misalnya pasien tinggal diruang ber ac atau didaera \yang sejuk dan kering
4.            Menggunakan pakaian yang menyerap keringat dan tidak terlalu sempit
5.            Segera mengganti pakaian yang basah dan kotor
6.            Pada milliaria rubra dapat diberikan bedak salisil 2% dengan menambahkan mentol 0,5-2% yang bersifat mendinginkan ruam. 

G.    Peran Bidan
Berikut ini merupakan peran bidan dalam kasus milliariasis yang ditinjau dari aspek pelayanan kesehatan promotif, kuratif, rehabilitatif, dan preventif. Diantaranya yaitu:
1.       Pelayanan kesehatan promotif
Memberikan informasi kepada ibu mengenai:
a)       Perawatan kulit yang benar dan selalu menjaga kebersihan tubuh bayi.
b)      Kebersihan kuku dan tangan anak. Kuku pendek dan bersih sehingga tidak menggores kulit saat menggaruk.
c)       Keringat yang harus segera dikeringkan dan sering mandi. Segera ganti pakaian jika basah dan kotor. (Vivian, 2010)
2.      Pelayanan Kesehatan Preventif
a)       Menggunakan pakaian yang tipis dan longgar serta menyerap keringat dan tidak terlalu sempit.
b)      Melakukan perawatan kulit yang benar dan selalu menjaga kebersihan tubuh bayi.
c)       Menjaga kebersihan kuku dan tangan anak. Kuku pendek dan bersih sehingga tidak menggores kulit saat menggaruk
d)      Keringat harus segera dikeringkan dan sering mandi. Segera ganti pakaian jika basah dan kotor. (Vivian, 2010)
3.      Pelayanan Kesehatan Kuratif
a)       Topikal bisa diberikan bedak atau bedak kocok pendingin dengan bahan antigatal, dapat ditambah dengan mentol 0,25% sampai 1% kalau gatal. Lanolin anhidrat dan salephidrofilik bisa menghilangkan sumbatan pori sehingga mempermudah aliran keringat yang normal.
b)      Kasus ringan bisa berespon dengan bedak seperti talkum bayi. Bila sangat gatal, pedih, luka dan timbul bisul akibat infeksi, penderita sebaiknya segera dibawa ke dokter. Dokter akan memberikan obat minum serta krim atau salap bila diperlukan, untuk mengatasi keluhan tersebut. Dan bila timbul bisul jangan dipijat arena kuman dapat menyebar ke sekitar sehingga semakin meluas. (Arjatmo Tjoktronegoro dan Hendra Utama, 2000)
c)       Biang keringat yang tidak kemerahan dan kering, anjurkan untuk diberi bedak salicil atau bedak kocok setelah mandi. Dan bila membasah jangan berikan bedak karena gumpalan yang terbentuk memperparah sumbatan kelenjar. (Vivian, 2010)
4.      Pelayanan Kesehatan Rehabilitatif
a)       Sedapat mungkin mencegah produksi keringat yang berlebihan, dengan cara menghindari hawa panas dan kelembaban yang berlebihan, misalnya memakai pakaian tipis dan menyerap keringat, mandi dengan air dingin dan menggunakan sabun. Selama berbagai faktor penyebab yang berpengaruh dapat diatasi, kekambuhan dapat dihindari.
b)      Biang keringat dapat membaik dalam beberapa hari setelah penderita pindah ke lingkungan yang lebih sejuk, atau ke tempat dengan ventilasi yang lebih baik. (Arjatmo Tjoktronegoro dan Hendra Utama, 2000)


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Milliariasis disebut juga sudamina, biang keringat, keringat buntet, liken tropikus, ataupickle heat. Milliariasis adalah dermatosis yang disebabkan oleh retensi keringat akibat tersumbatnya pori kelenjar keringat. Biasanya milliariasis ini disebabkan udara yang panas dan lembab, pakai yang terlalu ketat dan tidak menyerab keringat, dll. Milliariasis di awali dengan tersumbatnya pori-pori kelenjar keringat sehingga pengeluaran keringat tertahan.


B.     Saran
Saran Untuk Tenaga Kesehatan
Penyusun berharap hendaknya kita sebagai tenaga kesehatan lebih memahami tentang macam-macam masalah sering terjadi pada neonatus, bayi dan balita terutama milliariasis. Serta bagaiman tindakan kita untuk mengatasinya.

Saran Untuk Institusi
Penyusun berharap agar makalah tentang milliariasis ini dapat dijadikan referensi buku di perpustakaan Institusi Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.

Saran Untuk Mahasiswa
Penyusun berharap agar mahasiswa prodi DIII Kebidanan lebih mengetahui tentang masalah yang serimg terjadi pada neonatus, bayi dan balita. Serta dapat menerapkan saat praktek di lapangan.





DAFTAR PUSTAKA


1.     Lia, Dewi, Vivian Nanny. ASUHAN NEONATUS BAYI DAN ANAK BALITA . Saleemba Medika . Jakarta . 2010

2.    B. Merenstien, Gerald . BUKU PEGANGAN PEDIATRI EDISI 17 . Widya Medika , 1995

3.    Staff pengajar Ilmu Kesehatan Anak Universitas Indonesia. ILMU KESEHATAN ANAK 1  .bagian Ika UI . Jakarta 1985

4.    Jelliffe, D.B .KESEHATAN ANAK DI DAERAH TROFIS . Bumi Aksara . Jakarta 1982

Tidak ada komentar:

Posting Komentar